BAB
II
PEMBAHASAN
hakikat umum masyarakat filsafat.
Pengertian
Hakikat Umum Masyarakat
Dalam bahasa inggris
masyarakat disebut dengan istilah society dari bahasa latin societas yaitu mengambil bagian,
berbagai, menyatukan.
Dalam pandangan beberapa filosof
pengertian masyarakat adalah:
1. Plato
tidak membedakan antara pengertian Negara dan masyarakat. Negara tersusun dari
individu-individu dan tidak disebutkan kesatuan-kesatuan yang lebih besar.
Negara sama dengan masyarakat.
2. Aritoteles
membuat perbedaan antara Negara dan masyarakat. Negara adalah kumpulan dari
unit-unit kemasyarakatan. Masyarakat terdiri dari keluarga-keluarga.
3. Comte
memperluas analisis-analisis masyarakat menganut suatu pandangan tentang
masyarakat sebagai lebih dari suatu agregat individu-individu.
Dan
bebebrapa menurut para ahli berpendapat tentang masyarakat dikutip dari buku
Herman Haris sebagai berikut:
1. Menurut
Selo Sumardjan masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan
menghasilkan kebudayaan.
2. Menurut
Karl Marx masyarakat adalah suatu struktur yang menderita suatu ketegangan
organisasi atau perkembangan akibat adanya pertentangan antara
kelompok-kelompok yang terbagi secara ekonomi.
3. Menurut
Emile Durkheim masyarakat adalah suatu kenyataan objektif pribadi-pribadi yang
merupakan anggotanya.
Masyarakat
adalah kumpulan manusia yang saling berinteraksi dalam rangka mencapai tujuan
hidup bersama. Struktur masyarakat yang ada dalam masyarakat terdiri dari yang
paling kecil yaitu individu.
Radja
Mudyahardjo dikutip dibuku Haris Hermawan yang menjdadi komponen masyarakat
sebagai berikut:
a. Organisasi
Sosial.
b. Budaya.
c. Sosialisasi.
d. Kelompok-Kelompok
primer.
e. Stratifikasi
sosial
f. Asosiasi[1]
B.
Hakikat
Masyarakat Dalam Islam
Masyarakat dalam Islam
diistilahkan dengan umamat atau umma . Istilah ummah berasal dari kata ‘amma
artinya bermaksud dan berniat keras.[2]
Ummah diartikan sebagai kumpulan
orang yang semua individunya sepakat dalam tujuan yang sama dan masing-masing
membantu agar bergerak kearah tujuan yang diharapkan atas dasar kepemimpinan
yang sama .
berdasarkan difenisi
ini, maka ada empat unsur dasar dalam
masyarakat sebagai berikut:[3]
1. Berhimpunan
sejumlah individu.
2. Semua
individu tersebut sepakat adanya tujuan yang sama.
3. Setiap
individu dalam kumpulan tersebut saling membantu mencapai tujuan yang sama.
4. Adanya
kepemimpinan yang sama yang disepakati secara bersama.
Sedangkan
kata umat dalam Al-qur’an disebut
sebanyak 52 kali. Penggunanan istilah umat dalam Al-Qur’an misalnya:
1.
Umat berarti
agama yang satu
Allah berfirman dalam Q.S. al-Mu’minun ayat: 52
¨bÎ)ur ÿ¾ÍnÉ»yd
óOä3çF¨Bé&
Zp¨Bé&
ZoyÏnºur
O$tRr&ur
öNà6/u
Èbqà)¨?$$sù
ÇÎËÈ
52. Sesungguhnya (agama Tauhid) ini, adalah
agama kamu semua, agama yang satu
[1006], dan aku adalah
Tuhanmu, Maka bertakwalah kepada-Ku.
2. Umat
berarti segolongan/ kelompok.
Allah berfirman dalam
Q.S. An-Naml ayat 83
tPöqtur
çà³øtwU
`ÏB
Èe@à2
7p¨Bé&
%[`öqsù
`£JÏiB
Ü>Éjs3ã
$uZÏG»t$t«Î/
ôMßgsù
tbqããyqã
ÇÑÌÈ
83. Dan (ingatlah) hari (ketika) Kami
kumpulkan dari tiap-tiap umat segolongan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat
Kami, lalu mereka dibagi-bagi (dalam kelompok-kelompok).
3. Umat
berarti sekumpulan orang yang diberi peringatan
Allah berfirman dalam
Q.S al-Fathir ayat:24
!$¯RÎ)
y7»oYù=yör&
Èd,ptø:$$Î/
#Zϱo0
#\ÉtRur
4 bÎ)ur
ô`ÏiB
>p¨Bé&
wÎ)
xyz
$pkÏù
ÖÉtR
ÇËÍÈ
24. Sesungguhnya Kami mengutus kamu dengan
membawa kebenaran[1255] sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi
peringatan. dan tidak ada suatu umatpun melainkan telah ada padanya seorang
pemberi peringatan.
[1255] Yang dimaksud dengan kebenaran di
sini ialah agama tauhid dan hukum-hukumnya.
4. Umat
wahidin berarti agama yang satu atau islam
Allah berfirman dalam
Q.S Asy-Syura ayat: 8 kata2 ummahnya suruh cari
¨bÎ)
Îû
y7Ï9ºs
ZptUy
( $tBur
tb%x.
NèdçsYø.r&
tûüÏZÏB÷sB
ÇÑÈ
8. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat suatu tanda kekuasaan Allah. dan kebanyakan mereka tidak
beriman.
5. Umat
berarti agama
Allah berfirman dalam
Q.S. Az-Zuhruf ayat: 22
ö@t/
(#þqä9$s%
$¯RÎ)
!$tRôy`ur
$tRuä!$t/#uä
#n?tã
7p¨Bé&
$¯RÎ)ur
#n?tã
NÏdÌ»rO#uä
tbrßtGôgB
ÇËËÈ
22. Bahkan mereka berkata:
"Sesungguhnya Kami mendapati bapak-bapak Kami menganut suatu agama, dan
Sesungguhnya Kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak
mereka".
Menurut
al-Syaibany dalam pandangan Islam, masyarakat adalah arena tempat dimana
individu dan kelompok berinteraksi menjalani hubungan sesamanya, dimana usaha
berpadu, saling memahami dan menyatakan rasa masing-masing.
Ketika berinteraksi inilah individu dan
kelompok perlahan-lahan membina kesatuan sehingga terwujud satu kesatuan ummah dan insan.
Pengertian yang paling sederhana masyarakat adalah kumpulan individu dan
kelompok yang diikat oleh kesatuan Negara dan agama[4]
C.
Karakteristik
Masyarakat Muslim
Karakter masyarakat muslim digambarkan
Allah SWT. Diantaranya pada surat
al-Hujarat ayat 11-12 yang berbunyi:
$pkr'¯»t
tûïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
w öyó¡o
×Pöqs%
`ÏiB
BQöqs%
#Ó|¤tã
br&
(#qçRqä3t
#Zöyz
öNåk÷]ÏiB
wur
Öä!$|¡ÎS
`ÏiB
>ä!$|¡ÎpS
#Ó|¤tã
br&
£`ä3t
#Zöyz
£`åk÷]ÏiB
( wur
(#ÿrâÏJù=s?
ö/ä3|¡àÿRr&
wur
(#rât/$uZs?
É=»s)ø9F{$$Î/
( }§ø©Î/
ãLôew$#
ä-qÝ¡àÿø9$#
y֏t/
Ç`»yJM}$#
4 `tBur
öN©9
ó=çGt
y7Í´¯»s9'ré'sù
ãNèd
tbqçHÍ>»©à9$#
ÇÊÊÈ $pkr'¯»t
tûïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
(#qç7Ï^tGô_$#
#ZÏWx.
z`ÏiB
Çd`©à9$#
cÎ)
uÙ÷èt/
Çd`©à9$#
ÒOøOÎ)
( wur
(#qÝ¡¡¡pgrB
wur
=tGøót
Nä3àÒ÷è/
$³Ò÷èt/
4 =Ïtär&
óOà2ßtnr&
br&
@à2ù't
zNóss9
ÏmÅzr&
$\GøtB
çnqßJçF÷dÌs3sù
4 (#qà)¨?$#ur
©!$#
4 ¨bÎ)
©!$#
Ò>#§qs?
×LìÏm§
ÇÊËÈ
11. Hai orang-orang yang beriman, janganlah
sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang
ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan
merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan
janganlah suka mencela dirimu sendiri[1409] dan jangan memanggil dengan gelaran
yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk
sesudah iman[1410] dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang
yang zalim.
12. Hai orang-orang yang beriman,
jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari
purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah
menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan
daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.
dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang.
[1409] Jangan mencela dirimu sendiri
Maksudnya ialah mencela antara sesama mukmin karana orang-orang mukmin seperti
satu tubuh.
[1410] Panggilan yang buruk ialah gelar
yang tidak disukai oleh orang yang digelari, seperti panggilan kepada orang
yang sudah beriman, dengan panggilan seperti: Hai fasik, Hai kafir dan sebagainya.
Quraish Shihab dalam
Tafsiran al-Mishbah yang mempertegas bahwa penyrbutan kata nisa’ karena ejekan dan
kebanyakan kaum wanita suka mengosip dibandingkan kalangan laki-laki. Kata
memperolok-olokkan yaitu menyebut kekurangan pihak lain dengan tujuan
menertawakan yang bersangkutan baik dengan ucapan, perbuatan atau tingkah
lakunya.[5]
Dalam surah tersebut bahwa masyarakat muslim memiliki
cirri-ciri sebagai berikut:
1. Tidak
menganggap remeh komunitas yang lain.
2. Tidak
mengejek diri sendiri.
3. Tidak
memanggil seseorang dengan gelar-gelar yang buruk.
4. Tidak
mencari-cari kesalahan orang lain.
5. Tidak
mengghibah.
6. Tidak
mempersangka buruk terhadap orang lain.
Karakteristik
masyarakat Muslim yang sesungguhnya dapat dirujuk pada masa Rasulullah Saw.
Beliau telah meletakkan dasar-dasar kehidupan masyarakat setelah beliau hijrah
kemadinah dan manusia telah berbondong-bondong masuk islam.
Mulailah Nabi membentuk satu masyarakat
baru dengan cirri-ciri sebagai berikut:
1. Mendirikan
Mesjid.
Mesjid bukan hanya untuk mendirikan
sholat secara berjama’ah bersama kaum muslim dan juga sebagai sarana penting
untuk mempersatukan masayakat muslimin dan untuk bersilaturahmi antara mereka.
2. Ukhuwah
Islamiyyah
Nabi mempersaudarakan antara golongan
muhajirin dan anshar diharapkan setiap muslim terikat dalam satu persaudaraan
dan keluargaan.
3. Hubungan
persahabatan dengan pihak-piihak lain yang tidak beragama Islam.
Penduduk madinah setelah peristiwa
hijrah terdiri dari tiga golongan yaitu: kaum Muslimin, bangsa yahudi, dan
orang-orang arab yang masih mengandung agama nenek moyang. Agar stabilitas
masyarakat dapat diwujudkan, rasulullah melakukan akad perjanjian yang mengikis
habis setiap dendam yang pernah terjadi
dimasa jahiliyyah dan sentiment-sentimen kesukuan.
4. Meletakan
dasar-dasar politik, ekonomi dan sosial untuk masyarakat baru.
Suatu system yang indah untuk politik
yaitu system musyawarah.
Allah berfirman dalam Q.S. Ali –‘Imran
ayat 159
$yJÎ6sù
7pyJômu
z`ÏiB
«!$#
|MZÏ9
öNßgs9
( öqs9ur
|MYä.
$àsù
xáÎ=xî
É=ù=s)ø9$#
(#qÒxÿR]w
ô`ÏB
y7Ï9öqym
( ß#ôã$$sù
öNåk÷]tã
öÏÿøótGó$#ur
öNçlm;
öNèdöÍr$x©ur
Îû
ÍöDF{$#
( #sÎ*sù
|MøBztã
ö@©.uqtGsù
n?tã
«!$#
4 ¨bÎ)
©!$#
=Ïtä
tû,Î#Ïj.uqtGßJø9$#
ÇÊÎÒÈ
159. Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah
kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu
ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan
mereka dalam urusan itu[246]. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad,
Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya.
[246] Maksudnya: urusan peperangan dan
hal-hal duniawiyah lainnya, seperti urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan dan
lain-lainnya.
5. Aspek-Aspek
Edukasi
Kesederhanaan sebagai pemimpin dapat
dilihat pada kehidupan beliau sehari-hari baik sebelum diangkat menjadi
pemimpin umat ini maupun sesudah.
Sifat-sifat utama kemasyarakatan yaitu:
1. Murah
hati dan dermawan.
2. Ramah
dalam pergaulan.
3. Tidak
cepat marah terhadap hal-hal yang tidak disukai.
4. Memaafkan.
5. Teguh
dan pendirian [6]
Berkenanan dengan kenyataan sosial
karakter perlu dimiliki oleh masyarakat Islam. karakter tersebut anatara lain:[7]
1. Masyarakat
Komunikatif
Manusia adalah makhluk yang saling
berhubungan, saling menginformasikan ide, makna, konsep dan pengertian antara
satu dengan yang lain.
2. Masyarakat
Penafsir.
Penafsiran dan perilaku manusia
merupakan produk dari kultur lingkungannya.
3. Masyarakat
Nilai.
Nilai-nilai ajaran islam merupakan satu
kesatuan. Masyarakat Islam adalah
masyarakat yang patuh terhadap nilai-nilai.
4. Masyarakat
Keluarga.
Masyarakat Islam adalah masyarakat yang
terdiri atas keluarga-keluarga.
5. Masyarakat
Berorientasi Pada Mustadh’afin.
Masyarakat Islam adalah masyarakat yang
sangat kuat memihak kepada masyarakat yang lemah.
6. Masyarakat
Egaliter.
Masyarakat Islam adalah masyarakat penuh persamaan,
terbuka bagi pengembangan warganya, tanpa melihat asal sosial warga yang
bersangkutan.
Ciri
masyarakat ideal menurut Nurdin dikutip dari buku Rasyidin sebagai berikut
1. Masyarakat
yang sepenuhnya dilandasi oleh keimanan yang kokoh.
2. Masyarakat
dimana masing-masing anggotanya berkerja sama untuk saling membantu dalam
bentuk kebaikan yang tidak bertentangan
dengan nilai-nilai agama.
3. Msyarakat
dimana para anggotanya menjadikan musyawarah sebagai salah satu pilar penyangga
kehidupan masyarakat.
4. Masyarakat
yang meneggakan nilai-nilai keadialan sebagai kebahagiaan dari yang ma’ruf.
Ciri
masyarakat islam menurut al-Syabany
dikutip dari buku Rasyidin sebagai berikut:[8]
1. Iman
kepada Allah Swt, para nabi dan rasul, kitab- kitab samawi, hari akhirat atau
kebangkitan dan hari perhitungan atau berkumpul dipadang mahsyar untuk
menerimaq pembalasan.
2. Agama
menepati pososisi tertinggi.
3. Penilaian
tertinggi diberikan kepada akhlak dan tata susila.
4. Ilmu
dijadikan sebagai basis atau asas, baik dalam menatapkan aqidah dan agama atau
cara dalam mencapai kemajuan dan kemakmuran.
5. Menghormati
dan menjaga kehormatan insani.
6. Keluarga
dan kehidupan berkeluarga mendapat perhatian besar, keadilan dan kasih sayang.
7. Diamis
dalam arti berubah dan berkembang terus menerus kearah kebaikan.
8. Kerja
atau amal mendapat perhatian yang sungguh-sungguh.
9. Nilai
dan peranan harta diperhitungkan untuk memelihara kehormatan manusia dan
pengembangan masyarakat.
10. Kekuatan
dan keteguhan dilentur oleh agama, akhlak, kebenaran dan keadilan.
11. Masyarakat
terbuka
12. Bersifat
saling mengasihi, ramah, ,mesra, tolong menolong antara satu dengan yang lain
D.
Masyarakat
Muslim dan Pendidikan
Ada hubungan simbiosis
yang sulit dipisahkan ketika membicarakan perihal masyarakat muslim dan
pendidikan Islami.
Hubungan itu bisa
dicermati dari dua sisi.[9]
1. Masyarakat
Muslim merupakan objek yang merencanakan, melaksanakan, bahkan menjadi sumber
bagi pendidikan Islami.
2. Pendidikan
Islami itu sendiri adalah upaya memberikan bantuan kemudahan bagi setiap
individu dan masyarakat Muslim melalui rekayasa pedagogic khas islami dalam
mengembangkan potensi ismiyah dan
ruhiyah, aqliyah, nafsiyah sehingga membentuk masyarakat paripura
sebagaimana dikonsepsikan Al-quran dan Sunah.
Pendidikan
adalah aktivitas khas masyarakat manusia. Pendidikan juga merupakan sarana atau
instrument bagi upaya membentuk dan mewujudkan tatanan masyarakat ideal yang
diciptakan Islam. karena masyarakat tidak bisa dipisahkan dari pendidikan .
Keduanya bagikan kedua sisi mata uang, sisi yang satu memperkuat, melengkapi,
dan memberi nilai bagi sisi lainya.
Dalam
perspektif Islam, diantara kewajiban masyarakat adalah mengesakan Allah Swt.
Karena Allah Swt mengambil kesaksian dari manusia, maka semua manusia menjawab:
“ benar ya Allah, kami bersaksi bahwa engkau lah tuhan kami.Kalimat bala
syahidna dalam ayat ini bermakna bahwa manusia menempatkan eksistensinya
sebagai komunitas yang diikat oleh perjanjian atau kontrak yang sama.Maka
setiap masyarakat memiliki tanggung jawab edukatif untuk mengingatkan,
mengajarkan, mendidik. melatih, mengarahkan dan membimbing agar tetap teguh
pada perjanjian atau syahadah dengan Allah Swt.
Jika
masyarakat mengabaikan apalagi melupakan tanggung jawab edukatif tersebut, maka sesungguhnya mereka telah
ingkar atau kufr terhadap perjanjian yang telah mereka buat
dengan Allah Swt.Dalam perspektif Islam tiada perjanjian yang mulia dan paling
layak untuk dipatuhi kecuali perjanjian dengan Allah Swt. Kemudian bagi mereka
yang mengingkari perjanjian dengan Allah, maka tiada balasan-balasan setimbang
kecuali neraka atau ‘azab yang sangat pedih.
Tugas-
tugas edukatif yang harus dilaksanakan masyarakat itu antara lain sebagai
berikut:
1. Mengarahkan
diri dan semua anggota masyarakat untuk bertauhid dan bertaqwah kepada Allah.
2. Masyarakat
berkewajiban menta’lim, menta’dib dan mentarbiyahkan syari’at Allah Swt
sebagaimana yang dilakukan oleh para nabi dan rasul.
3. Masyarakat
berkewajiban saling menyru kejalan Allah, mengajukan kepada yang ma’ruf dan
mencegah yang kemungkaran.
4. Masyarakat
harus mendidik sesama untuk selalu berlomba-lomba dalam melakukan kebajikan .
5. Masyarakat
berkewajiban membagui rahmat Allah atau berkorban untuk sesamanya.
6. Masyarakat
harus menegakkan sikap adil agar bisa menjadi saksi terhadap perbuatan
sesamanya.
7. Masyarakat
berkewajiban mendidik tanggung jawab pada setiap warganya, sebab karena kita
hanya hidup dalam suatu rentang waktu.[10]
Dalam
perspektif falsafah pendidikan Islam, program dan aktivitas pendidikan
merupakan instrument bagi pembentukan masyarakat ideal, yakni masyarakat yang
dicita-citakan Al-qur’an dan berlangsungnya masyrakat yang satu ( ummatan wahidah), masyarakat yang modern (ummatan wasathan), masyarakat yang tidak berlebih-lebihan (ummatan muqtashidah), masyarakat yang
unggul atau terbaik (khaira ummah),
yaitu masyarakat yang beriman kepada Allah Swt, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar. Tatanan
kehidupan masyarakat yang ideal harus dibangun atas dasar musyawarah, keadilan,
persamaan, toleransi, dan kerja sama antara warganya.
E.
Peran,Tugas,dan
Tanggung Jawab Masyarakat Terhadap Pendidikan Islam
Pendidikan
adalah aktivitas khas masyarakat manusia. Ia hanya ada dan berlangsung dalam
lingkungan masyarakat manusia. Di satu sisi, pendidikan merupakan aktivitas
yang secara inheren telah melekat dalam tugas kemanusiaan manusia. Di sisi
lain, pendidikan juga merupakan sarana atau instrument bagi upaya membentuk dan mewujudkan tatanan masyarakat
ideal yang dicita- citakan Islam.
Karena masyarakat tidak bisa dipisahkan dari
pendidikan, dan sebaliknya pendidikan juga tidak bisa dipisahkan dari
masyarakat. Pemahaman konsep masyarakat ideal yang dicontohkan Rasulullah Saw.
Sangat diperlukan dalam rangka mewujudkan konsep pendidikan yang Islam.Ada
empat hal yang menggambarkan hubungan dengan konsep dasar dengan pendidikan.
a. Bahwa
gambaran masyarakat ideal harus dijadikan salah satu pertimbangan dalam
merancang visi, misi, dan tujuan pendidikan.
b. Bahwa
gambaran masyarakat yang ideal dijadikan landasan bagi pengembangan pendidikan
yang berbasis masyarakat.
c. Perkembangan
yang terjadi di masyarakat harus dipertimbangkan dalam merumuskan tujuan
pendidikan.
d. Perkembangan
dan kemajuan yang terjadi di masyarakat harus dijadikan landasan bagi perumusan
kurikulum.[11]
Dalam persfektif Islam, diantara kewajiban utama masyarakat
adalah menegaskan Allah SWT. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari
perjanjian atau primodial kolektif ummat manusia, dalam QS. Al-a’raf 6:172.
øÎ)ur
xs{r&
y7/u
.`ÏB
ûÓÍ_t/
tPy#uä
`ÏB
óOÏdÍqßgàß
öNåktJÍhè
öNèdypkôr&ur
#n?tã
öNÍkŦàÿRr&
àMó¡s9r&
öNä3În/tÎ/
( (#qä9$s%
4n?t/
¡ !$tRôÎgx©
¡ cr&
(#qä9qà)s?
tPöqt
ÏpyJ»uÉ)ø9$#
$¯RÎ)
$¨Zà2
ô`tã
#x»yd
tû,Î#Ïÿ»xî
ÇÊÐËÈ
172. Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu
mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini
Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi
saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap ini (keesaan Tuhan)",
Ayat tersebut bermakna bahwa
manusia menepatkan eksitensinya sebagai suatu komunitas yang diikat oleh
perjanjian atau kontrak yang sama. Karena itu, mereka memiliki kewajiban
relegius untuk menyeru dan mengingatkan sesame komunitas untuk berpegang teguh
pada kontrak atau perjanjian primodial kolektif, yakni bersyahadah atau mengakui
keberadaan dan keesaan Allah Swt.
Oleh karena
itu, tugas-tugas edukatif yang harus dilaksanakan masyarakat antara lain
adalah:
1. Mengarahkan
diri dan semua anggota masyarakat (ummah) untuk bertauhid dan bertaqwa kepada
Allah.(QS,23:52)
2. Masyarakat
berkewajiban men-ta’lim, men-ta’dib, dan men-tarbiyah kan syari’at Allah SWT,
sebagaimana dilakukan oleh para Nabi dan Rasul. Diantara mautan yang harus
dididikkan tersebut adalah membacakan ayat-ayat Allah (QS,16;36), menyeru agar
manusia menyembah Allah dan menjauhi thaghut.
3. Masyarakat
berkewajiban saling menyeru dijalan Allah, (QS,22:67), menganjurkan kepada yang
ma’ruf dan mencegah kemumngkaran.(QS,3:104 dan 110)
4. Masyarakat
harus mendidik sesamanya untuk saling berlomba-lomba dalam meletakkan
kebajikan, sebab diantara rahasia mengapa Allah mejadikan manusia itu
berkelompo-kelompok, tidak satu ummah saja adala untuk menguji dan melihat
bagaimana manui berkompetisi dalam melakukan kebajikan (QS,22:34)
5. Masyarakat
(ummah) berkewajiban membagi rahmat Allah atau berkorban untuk selamanya,
karena sesungguhnya Allah telah mensyari’atkan hal-hal yang demikian.
(QS.22:34)
6. Masyarakat
(ummah) harus menegakkan sikap adil agar mereka bisa menjadi saksi terhadap
perbuatan sesamanya,.
7. Masyarakat
berkewajiban mendidikan tanggung jawab pada setiap warganya, sebab mereka hanya
hidup dalam suatu rentang waktu.[12]
F.
Kedudukan Masyarakat Dalam Filsafat
Pendidikan Islam
Masyarakat
adalah himpunan individu dan kumpulan keluarga yang bertempat tinggal pada
suatu wilayah tertentu, hidup bersama dengan landasan peraturan yang berlaku
dalam lingkungannya.Masyarakat adalah dinamika dari berbagai cara pandang dan
variasi perilaku individu sebagai creator kehidupan social yang potensial dala
melakukan tindakan sesuai dengan hasratnya masing-masing.[13]
Dalam
kehidupan masyarakat selalu terdapat proses kebudayaan yang interaktif yang
menurut Fred Luthan sebagaimana dikemukakan oleh Beni Ahmad Saebani (Sosiologi
Agama, Refika Aditama,2007:55) dikutip dari buku Hasan Basri, terdapat proses kebudayaan
sebagai berikut:
a.
Proses dalam
belajar dalam berbudaya melalui interaksi dalam masyarakat yang terorganisasi
atau masyarakat yang kompleks
b.
Proses saling
berbagi budaya (share culture) di antara anggota organisasi
c.
Proses saling
mewariskan budaya dari generasi ke generasi berikutnya atau lintas generasi
(trans and cros generation)
d.
Proses
simbolisasi perilaku yang dipandang reprensentatif bagi integrasi kurtural
organisatoris.
e.
Proses
membentukan dan pengintegrasian perilaku, sebaliknya memperlemah dinamika
persepsi dan tindakan social.
Dalam
perspektif filsafat pendidikan Islam, proses saling belajar yang dapat berlaku
dilingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat merupakan
perjalanan kebudayaan manusia dalam mencerdaskan dirinya, meningkatkan
kesadarannya sebagai makhluk yang berbudi luhur, makhluk yang belajar memahami
keinginan manusia yang beragam.[14]Manusia
dalam konsep Islam adalah makhluk yang berbeda dengan makhluk lainnya karena
hal-hal berikut:
1.
Manusia adalah
makhluk social, artinya makhluk yang mendambakan hidup bersama atau masyarakat
( al-insan hayawan al-ijtima’)
2.
Manusia sebagai
makhluk yang berpikir (al-insan bayawan siyasi)
3.
Manusia sebagai
makhluk yang berpolitik (al-insan
hayawan siyasi)
4.
Manusia adalah
makhluk yang berekonomi (al-insan hayawan iqtishadi). (Beni Ahmad saebani,
2007:169 dikutip dari buku Hasan Basri)
Nabi
Muhammad SAW. Dalam suatu hadis mengatakan bahwa tidak sempurna iman seseorang
jika ia memutuskan interaksi social (layukminu ahadukum qati’ ar-rahiem).
Bahkan, barang siapa yang beriman kepada Allah dan akhir, hormatilah hak-hak
tetangganya (man kana yukminu billah wa al-yaum al-akhir falyukrim jarahu).
Belum sempurna iman seseorang sehingga ia mencinta saudaranya sebagaimana ia
mencintai dirinya (hatta yahibbu liahihi kama yuhubu linafsihi
(Ash-Shan’ani,1989:69 dikutip dari buku Hasan Basri)
Hal
tersebut menggambarkan bahwa konsep masyarakat dalam islam berawal dari empat
kondisi social yang menjadi factor pendukungnya. Empat hal itu adalah :
1.
Adanya hukum
asal bahwa manusia adalah umat yang satu (ummatan wahidatan)
2.
Telah terjadi
perpecahan karena adanya perbedaan kepentingan individual dan kelompok
(ikhtilaf atau tafarruq baina an-nas)
3.
Muncul tokoh
manusia (Rasul) yang membawa risalah dengan sumber ajaran yang berasal dari
sesuatu yang diyakini (Tuhan atau Dewa) yang bermaksud mendamaikan manusia.
4.
Kunci dari
perdamaian antarmanusia adalah interaksi atau silahturahim sebagai puncak
kesatuan dalam keragaman, karena adanya keragaman, maka kehidupan manusia
menjadi fungsional.
Empat
hal di atas merupakan awal lahirnya system social yang di tandai oleh adanya
starfikasi social, sehingga hubungan fungsional antarinduvidu dan
antarmasyarkat menjadi interaktif disebabkan oleh adanya kebutuhan yang
bersifat timbale balik. Pola interaksi antarumat Islam yang terbentuk secara
institusional, pertama kali dipusatkan pada suatu bangunan yang menjadi tempat
berkomunikasinya manusia muslim dengan Allah.[15]
Dengan
pandangan di atas, kedudukan masyarakat perspektif filsafat pendidikan Islam
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.
Masyarakat
adalah guru bagi semua manusia yang memiliki kemauan mengambil pelajaran dari
setiap yang terjadi di dalamnya
2.
Masyarakat
adalah subjek yang menilai keberhasilan pendidikan
3.
Masyarakat
adalah ujian paling sulit bagi aplikasi hasil-hasil pendidikan
4.
Masyarakat
adalah cermin keberhasilan atau kegagalan dunia pendidikan
5.
Masyarakat
tujuan bagi semua anak didik yang telah belajar di berbagai lingkungan.
6.
Masyarakar
adalah etika dan estetika pendidikan karena norma-norma individu berproses
menjadi norma social dan norma social yang disepakati dalam masyarakat
merupakan puncak estetika kehidupan. Tanpa ada norma social yang disepakati,
sesungguhnya kehidupan tidak indah.
G.
Masyarakat
Madani
a)
Pengertian Masyarakat
Madani
Dalam mendefenisikan
istilah (term) masyarakat madani ini sangat tergantung paada kondisi social
cultural suatu bangsa, karena bagaimanapun konsep masyarakat madani merupakan
bangunan istilah yang lahir dari sejarah pergulatan masyarakat Eropa.Beberapa
defenisi masyarakat madani dari pendapat mpara pakar yang berasal dari berbagai
Negara yang sudah berusaha menganalisis fenomena masyrakat madani ini.
Pertama, defenisi yang
dikemukakan oleh Zbigniew Rau dikutip dari buku Hasan Basri dengan latar belakang kajiannya pada kawasan pada
kawasan Eropa timur dan Uni Sovyet. Tokoh ini menjelaskan bahwa yng dimaksud
dengan masyarakat madani merupaka suatau masyarakat yang berkembang dari
sejarah yang mengandalkan ruang dimana individu dan perkumpulan tempat mereka yang bergabung, bersaing satu sama
lain guna mencapai nilai-nilai yang mereka yakini. Oleh karena itu yang
dimaksud dengan masyarakat madani adalah sebuah ruang yang bebas dari pengaruh
keluarga dan kekuasaan Negara.
Kedua, yang digambarkan
oleh Han Sung Joo dikutip dari buku Hasan Basri dengan latar belakang kasus
korea Selatan. Joo, mengatakan bahwa masyarakat madani merupakan sebuah
karangka hukum yang melindungi dan menjamin hak-hak dasar individu, perkumpulan
suka rela, suatu ruang public, yang mampu mengartikulasikan isu-isu politik,
gerakan warga Negara, yang mampu mengendlikan diri dan independen yang
secarabersama-sama.
Ketiga, oleh Kim
Sunhyuk dikutip dari buku Hasan Basri juga mengemukakan bahwa ang di maksud dengan
masyarakat madani adalah suatu satuan yang terdiri dari kelompok-kelompok yang
secara mandiri menghimpun dirinya dan gerakan-gerakan dalam masyarakat yang
secara relatif otonom dari Negara yang merupakan satuan-satuan dari produksi
dan masyarakat politi yang mampu melakukan kegiatan politik dalam suatu ruang
public.
Dapat
disimpulkan dari pengertian diatas masyarakat madani adalah system social yang subur yang
diasaskan kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan
perorangan dengan kestabilan masyarakat. Masyarakat mendorong daya usaha serta
inisiatif individu baik dari segi pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintahan
mengikuti Undang Undang dan bukan nafsu atau keinginan individu menjadikan
keterdugaan atau predictability serta ketulusan atau transparency system.
b) Fungsi
Masyarakat Madani Dalam Negara
Adapun fungsi masyarakat Madani
dalam sebuah Negara dapat ideskripsikan sebagai berikut, yaitu : pertama,
meniadakan ketidakadilan dan kesenjangan dalam masyarakat. Kedua, melindungi
kepentingan penduduk yang universal. Kepentingan tersebut meliputi elemen
sipil, politik dan social.[16]
c)
Karakteristik Masyarakat
Madani
Masyarakat madani jika
dipahami secara sepintas merupakan format kehidupan alternatif yang
mengedepnkan semangat demokrasi dan menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi
manusia.
Suatu masyarakat
dibangun atas beberapa prinsip yang berkenaan dengan ciri-ciri sebagai bagian
tak terpisahkan dengan kaeberadaan masyarakat, dalam hl ini ada beberapa
karakterisktik masyarakat madani antara lain:[17]
a.
Free public
Sphere
b.
Demokrtis
c.
Toleran
d.
Pluralism
e.
Keadilan Sosial
(sosia justice)
d) Prinsip-Prinsip
Masyarakat Madani
Masyarakat Madani yang dicontohkan
oleh Nabi pada hakekatnya adalah reformasi total terhadap masyarakat yang hanya
mengenal supremasi kekuasaan pribadi seorang raja seperti yang selama itu
menjadi pengertian umum tentang Negara. Meskipun secara eksplisit islam tidak
berbicara tentang konsep politik, namun wawasan tentang demokrasi yang menjdi
elemen dasar kehidupan politik masyarakat madani bisa ditemukan di dalamnya.
Wawasan yang dimaksud tercermin dalam prinsip-prinsip Masyarakat Madani adalah
1.
Persamaan (equality).
2.
Kebebasan.
3.
Hak-hak asasi manusia
serta prinsip musyawarah
e) Nilai-Nilai
Masyarakat Madani
1. Demokrasi
Dampak praktis kehidupan politik
Islam pada abad pertengahan nampaknya masih sangat membekas dalam kehidupan
bernegara di dunia Islam sekarang ini. Meskipun masyarakat muslim sekarang
sudah terbatas dari dominasi asing (secara fisik) dan memiliki pemerintahannya
sendiri, tetapi hampir semua mereka ini dihadapkan pada problem internal, yaitu
“kurang demokratis”.
Dari kalangan sosiologi, dunia Islam
digambarkan telah mengalami masa transisi dari masyarakat yang berorientasi
pada ekonomi moneter dan masyarakat demokratis kepada sebuah masyarakat agraris
dan rejim militer. Dua kecenderungan yang mencerminkan watak masyarakat yang
berbeda, yang pertama lebih bersifat dinamis dan rasional sedang yang kedua
menggambarkan sifat tertutup.
Gambaran seperti yang disebutkan di atas itu
seakan-akan mengasumsikan bahwa Islam tidak mengenal pemerintahan yang
demokrasi. Meskipun benar diakui bahwa konsep demokrasi masih juga menjadi
salah satu isu perdebatan antara yang setuju dan yang menentang.
2. Pluralisme
dan Toleransi
Istilah “Masyarakat Madani” dan civil
society berasal dari dua sistem budaya yang berbeda. Masyarakat madani
merujuk pada tradisi Arab-Islam sedang civil society tradisi barat
non-Islam. Perbedaan ini bisa memberikan makna yang berbeda apabila dikaitkan
dengan konteks asal istilah itu muncul.
Masyarakat madani seakan merupakan
keterputusan konsep ummah yang merujuk pada masyarakat Madinah yang dibangun
oleh Nabi Muhammad, idealisasi tatanan masyarakat madinah ini didasarkan atas
keberhasilan Nabi mempraktekkan nilai-nilai keadilan, ekualitas, kebebasan,
penegakan hukum dan jaminan kesejahteraan bagi semua warga serta perlindungan
terhadap kaum lemah dan kelompok minoritas.
Meskipun secara ideal eksistensi
masyarakat Madinah ini hanya sebentar tetapi secara historis memberikan makna
yang sangat penting sebagai rujukan masyarakat di kemudian hari untuk membangun
kembali tatanan kehidupan yang sama. Dari pengalaman sejarah Islam masa lalu
ini, masyarakat Madinah yang dibangun oleh Nabi Muhammad secara kualitatif
dipandang oleh sebagian kalangan intelektual muslim sejajar dengan konsep civil
society.
Salah satu tindakan pertama Nabi
untuk mewujudkan masyarakat Madinah ialah menetapkan dokumen perjanjian yang
disebut Piagam Madinah (Mitshaq al-Madinah), yang terkenal dengan
“Konstitusi Madinah” Hamidullah menyebutkan bahwa Piagam Madinah merupakan
konstitusi tertulis pertama yang ada di dunia yang meletakkan dasar-dasar
pluralisme dan toleransi.
3.
Hak-Hak Asasi Manusia (HAM)
Konsep masyarakat madani dewasa ini
telah mengambil peran sebagai sebuah agenda cita-cita masyarakat yang modern
untuk Indonesia baru. Sekalipun masyarakat madani telah tiada secara fakta saat
ini, tetapi hikmah-hikmahnya tetap masih menyinari aspek-aspek masyarakat
modern. Dari segi pelaksanaan misi suci beliau, puncak karier Rosulullah saw,
ialah terselenggaranya “pidato perpisahan” yakni (khutbah al-wada).
Dalam pidato itulah pertama kalinya manusia diperkenalkan dengan konsep
“hak-hak asasi”, dengan inti dan titik tolak kesucian “hidup, harta dan
martabat kemanusiaan (ad-dima’ wa al-amwal wa al-a’radh).
Dalam pidato itulah Nabi menegaskan
tugas suci beliau untuk menyeruh ummat manusia kepada jalan Tuhan Yang Maha Esa
dan menghormati apa yang menjadi hak-hak suci sesama umat manusia, lelaki dan
perempuan. Isi pidato yang dikutip Nurcholish Madjid dari Ali Jarisyah dalam “Hurumat
La Huquq” yakni: “.... sesungguhnya darahmu, harta bendamu dan kehormatanmu
adalah suci atas kamu seperti sucinya hari (haji)mu ini, sampai tibanya hari
kamu sekalian bertemu dengan Dia:. (Nurcholis Madjid,1995).
kemudian fondasi hak-hak asasi manusia ini,
diperkuat oleh Dekrit Tuhan, dari peristiwa pembunuhan pertama sesama manusia
(oleh Qabil terhadap Habil).Makna dan tujuan kemanusiaan perlu ditegaskan,
bahwa rasa kemanusiaan haruslah berlandaskan rasa ketuhanan. Dari sinilah
kemudian hak asasi manusia sebagai elemen utama masyarakat madani harus
didasarkan pada nilai dasar kemanusiaan universal itu.
4.
Keadilan Sosial
Relevansi keadilan sosialnya dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yakni sangatlah dibutuhkan
mengingat, perasaan teringkari dan juga diperlakukan secara tidak adil akan
dengan sendirinya membuka pintu bagi adanya “wawasan revolusioner”. Yakni suata
wawasan yang karena terpusat kepada usaha mengubah yang tidak adil menjadi adil
yang akan berdampak kepada hilangannya disiplin karena setiap aturan akan
dipandang hanya menguntungkan mereka yang sedang beruntung.
Maka dengan perkara perwujudan
cita-cita dasar kita untuk bernegara yaitu “dengan mewujudkan keadilan sosial”
bagi seluruh rakyat Indonesia dipandang sangatlah signifikan. Dari sudut agama,
masalah ini terkait dengan ‘hukum Allah’ (sunnatullah) bahwa kehancuran suatu
masyarakat biasanya dimulai oleh tidak adannya keadilan sosial dalam
masyarakat, akibat dari tingkah laku orang-orang kaya yang tidak lagi peduli
kepada kewajiban moral mereka untuk memperhatikan nasib orang miskin. [18]
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masyarakat adalah kumpulan manusia yang saling
berinteraksi dalam rangka mencapai tujuan hidup bersama. Struktur masyarakat
yang ada dalam masyarakat terdiri dari yang paling kecil yaitu individu.
Berkenanan dengan kenyataan sosial karakter perlu
dimiliki oleh masyarakat Islam. karakter tersebut anatara lain: Masyarakat
Komunikatif , Masyarakat Penafsir, Masyarakat Nilai, Masyarakat Keluarga, Masyarakat
Berorientasi Pada Mustadh’afin, Masyarakat
Egaliter.
Tugas- tugas edukatif yang harus dilaksanakan
masyarakat itu antara lain sebagai berikut:Mengarahkan diri dan semua anggota
masyarakat untuk bertauhid dan bertaqwah kepada Allah, Masyarakat berkewajiban
menta’lim, menta’dib dan mentarbiyahkan syari’at Allah Swt
sebagaimana yang dilakukan oleh para nabi dan rasul, Masyarakat berkewajiban
saling menyru kejalan Allah, mengajukan kepada yang ma’ruf dan mencegah yang
kemungkaran.
Adapun
fungsi masyarakat Madani dalam sebuah Negara dapat ideskripsikan sebagai
berikut, yaitu : pertama, meniadakan ketidakadilan dan kesenjangan dalam
masyarakat. Kedua, melindungi kepentingan penduduk yang universal. Kepentingan
tersebut meliputi elemen sipil, politik dan social
DAFTAR
PUSTAKA
Hasan
Basri. Filsafat Pendidikan Islam.
2014. (Bandung: CV pustaka setia).
Hermawan
Haris. Filsafat Pendidikan Islam.
2009. ( Jakarta.Direktorat Jenderal Pendidikan Agama Islam Dapertemen Agama
Republik Indonesia).
http:
// www. Piagam masyarakat madani .
M.
Quraish Shihab. Tafsir Al-Mishbah. Pesan
dan kesan dan keserasian Al-Qur’an. 2003. (Jakarta: lentera Hati).
Omar
Mohammad Al-Thoumy al-Syabany. 1979. Falsafah
Pendidikan. (Jakarta:Bulan Bintang).
Rasyidin. Filsafat
Pendidikan Islam Membangun Kerangka Ontologi dan Aksiologi Praktek Pendidikan
Islami. 2008 . ( Bandung: Cipta Pustaka Printis).
Saiyidan.
Percikan Filasafat Mengenal Pendidikan. 1986.
( Bandung: CV DIPonegoro).
Salminawati.
Filsafat Pendidikan Islam Membangun
Konsep Pendidikan Yang Islami. 2011. (bandung: Cipta Pustaka).
[1]
Hermawan Haris, Filsafat Pendidikan
Islam.( Jakarta.Direktorat Jenderal Pendidikan Agama Islam Dapertemen Agama
Republik Indonesia.2009).h. 48
[2]
Hermawan Haris, Ibid., h. 50
[3]
Rasyidin, Filsafat Pendidikan Islam
Membangun Kerangka Ontologi dan Aksiologi Praktek Pendidikan Islami,
( Bandung: Cipta Pustaka Printis, 2008),h. 32
[5] M.
Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan
dan kesan dan keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: lentera Hati,2003), h. 250-258
[6]
Salminawati, Filsafat Pendidikan Islam
Membangun Konsep Pendidikan Yang Islami, (bandung: Cipta Pustaka,2011). h.
66-73
[7]
Hermawan Haris, Filsafat Pendidikan
Islam.( Jakarta.Direktorat Jenderal Pendidikan Agama Islam Dapertemen Agama
Republik Indonesia.2009).h.54
[8]
Rasyidin, Filsafat Pendidikan Islam Membangun Kerangka Ontologi dan Aksiologi
Praktek Pendidikan Islami, ( ban
( Bandung: Cipta Pustaka Printis, 2008),h.35-36
[9]
Rasyidin.,ibid., h. 37
[10] Rasyidin.,ibid., h. 38
[11] Salminawati , ibid,. h. 74-75
[12]
Salminawati , ibid., h. 76
[13]
Saiyidan. Percikan Filasafat Mengenal Pendidikan. ( Bandung: CV DIPonegoro.
1986). h. 71
[14] Hasan
Basri. Filsafat Pendidikan Islam.
2014. (Bandung: CV pustaka setia). H. 47-49
[15] Hasan Basri, ibid.,. h. 49-51
[16]
Ibid.,80
[17]
Ibid.. h. 186-189
[18]
http: // www. Piagam masyarakat madani . Diunduh tanggal 14 desember 2015. Jam
15.00wib.
Tidak ada komentar:
Komentar baru tidak diizinkan.