BAB I
Pendahuluan
Dalam
setiap tahap perkembangan manusia terdapat kriteria sehat mental, kesehatan
mental pada anak berbeda dengan
sehat mental pada remaja, begitu pula berbeda dengan dewasa. Dimana kesehatan
mental yang normal pada setiap tahap perkembangan.
Sedangkan yang dimaksud Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang
dari keluhan dan gangguan mental baik berupa neurosis maupun psikosis
(penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial).
Mental yang sehat tidak akan mudah terganggu oleh Stressor (Penyebab
terjadinya stres) orang yang memiliki mental sehat berarti mampu menahan diri
dari tekanan-tekanan yang datang dari dirinya sendiri dan lingkungannya.
Kesehatan mental merupakan keinginan wajar
bagi setiap manusia seutuhnya, tapi tidaklah mudah mendapatkan kesehatan jiwa
seperti itu. Perlu pembelajaran tingkah laku, pencegahan yang dimulai secara
dini untuk mendapatkan hasil yang dituju oleh manusia. Untuk menelusurinya
diperlukan keterbukaan psikis manusia ataupun suatu penelitian secara langsung
atau tidak langsung pada manusia yang menderita gangguan jiwa. Pada dasarnya
untuk mencapai manusia dalam segala hal diperlukan psikis yang sehat. Sehingga
dapat berjalan menurut tujuan manusia itu diciptakan secara normal.
Jadi Kesehatan mental adalah keserasian atau kesesuaian antara seluruh
aspek psikologis dan dimiliki oleh seorang untuk dikembangkan secara optimal
agar individu mampu melakukan kehidupan-kehidupan sesuai dengan
tuntutan-tuntutan atau nilai-nilai yang berlaku secara individual, kelompok
maupun masyarakat luas sehingga yang sehat baik secara mental maupun secara
sosial.
BAB II
Pembahasan
A.
Pengertian Kesehatan Mental
Istilah kesehatan mental diambil dari kosep mental hygiene. Kata
mental berasal dari bahasa Yunani yang berati kejiwaan. Kata mental memiliki
persamaan makna dan kata psyche yang berasal dari bahasa latin yang
berarti psikhis atau jiwa. Hygiene berasal dari bahasa inggris
yang berarti kesehatan. Mental Hygiene berarti kesehatan mental.
Dikalangan ahli kesehatan mental, istilah yang digunakan untuk
menyebut kesehatan mental berbeda-beda dengan kriteria berbeda pula. Maslow
menyebut kesehatan mental dengan istilah Self-actualization, Rogers
menyebutnya dengan Fully Functioning, Allport menyebutnya dengan Mature
Personality, dan mayoritas psikolog menyebutnya dengan Mental Health.
Banyak defenisi yang dikemukakan berkaitan
dengan kesehatan mental. Musthafa Fahmi mendefenisikan kesehatan mental menjadi
dua defenisi. Pertama, kesehatan mental bebas dari gejala-gejala
penyakit jiwa dan gangguan kejiwaan. Pengertian ini banyak dipakai dalam
lapangan kedokteran jiwa (Psikiatri). Kedua, kesehatan mental adalah
dengan cara aktif, luas, lengkap, tidak terbatas, ia berhubungan dengan
kemampuan orang untuk menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri dan dengan
masyarakat lingkungannya, hal itu membawanya dalam kehidupan yang sunyi dari
kegoncangan dan penuh vitalitas. Seorang yang bermental sehat dapat menerima
dirinya dan tidak terdapat padanya tanda-tanda yang menunjukkan tidak
keserasian sosial, juga tidak melakukan hal-hal yang tidak wajar akan tetapi
dia berkelakuan wajar yang menunjukkan kestabilan jiwa, emosi, dan pikiran
dalam berbagai lapangan dan dibawah pengaruh semuah keadaan.
Zakiyah Djarajat dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar
untuk Kesehatan Jiwa pada IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (1964) mengemukakan
lima rumusan kesehatan jiwa yang lazim dianut para ahli. Kelima rumusan itu
disusun mulai dari rumusan-rumusan yang khusus sampai dengan yang lebih umum,
sehingga dari urutan itu tergambar bawa rumusan yang terakhir seakan-akan
mencakup rumusan-rumusan sebelumnya, yaitu:
1.
Kesehatan mental adalah terhindarnya orang dari gejala gangguan
jiwa (neurose) dan dari gejala-gejala penyakit jiwa (psichose)
defenisi ini banyak dianut dikalangan psikiatri (kedokteran jiwa) yang
memandang manusia dari segi sehat
atau sakitnya.
2.
Kesehatan mental adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan
dirinya sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta lingkungan tempat dia
hidup. Defenisi ini tampaknya lebih luas dan lebih umum dari pada defenisi yang
pertama, karena dihubungkan dengan kehidupan sosial secara menyeluruh. Kemampuan
menyesuaikan
diri diharapkan menimbulkan ketenteraman dan kebahagian hidup.
3.
Kesehatan mental adalah
terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa, serta
mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problema-problema yang biasa terjadi
serta terhindar dari kegelisahan dan pertentangan batin (konflik). Defenisi ini
menunjukkan bahwa fungsi-fungsi jiwa seperti pikiran, perasaan, sikap,
pandangan dan keyakinan harus saling menunjang dan saling bekerja sama sehingga
menciptakan keharmonisan hidup yang menjauhkan orang dari sifat ragu-ragu dan
bimbang, serta terhindar dari rasa gelisah dan konflik batin.
4.
Kesehatan mental adalah pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan
mengembangkan dan memanfaatkan potensi, bakat dan pembawaan yang ada semaksimal
mungkin, sehingga menbawa kepada kebahagian diri dan orang lain, serta
terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa. Defenisi keempat ini lebih
menekankan pada pengembangan dan pemanfaatan segala daya dan pembawaan yang
dibawa sejak lahir, sehingga benar-benar
membawa manfaat dan kebaikan bagi orang lain dan dirinya sendiri.
5.
Kesehatan mental adalah terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh
antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara manusia
dengan dirinya dan lingkungannya berlandaskan
keimanan dan ketakwaan , serta bertujuan untuk mencapai tujuan hidup yang
bermakna dan bahagia dunia dan akhirat.
Kartini Kartonodan Jenny Andari mengetengahkan rumusan bahwa mental
hygiene atau ilmu kesehatan mental adalah ilmu yang mempelajari masalah
kesehatan mental/jiwa, bertujuan mencegah timbulnya gangguan/penyakit
mental dan gangguan emosi, dan berusaha mengurangi atau penyakit mental, serta
memajukan kesehatan jiwa rakyat.
Kesehatan mental mempunyai tema sentral yaitu cara memecahkan segenap keruwetan
batin manusia yang ditimbulkan oleh
macam-macam kesulitan hdup, serta berusaha mendapatkan kebersihan jiwa, dalam
pengertian tidak terganggu oleh macam-macam ketegangan, kekalutan dan konflik
terbuka dan konflik bantik.
Mujib dan Muzakkir menyebutkan kesehatan mental adalah terhindarnya
seseorang dari keluhan dan
gangguan mental baik berupa neurosis
maupun psikosis. Mental yang
sehat tidak akan mudah terganggu oleh stressor. Orang yang memiliki mental yang
sehat mampu menahan diri dari tekanan-tekanan yang datang dari dirinya sendiri
dan lingkungannya. Ciri-ciri orang yang memiliki kesehatan mental adalah
memiliki kemampuan diri untuk bertahan dari tekanan-tekanan yang datang dari
lingkungannya.
Berbagai pendapat diatas menunjukkan bahwa kesehatan mental adalah
kondisi kejiwaan yang terbebas dari gangguan-gangguan mental. Kesehatan
mental muncul dari kemampuan seseorang untuk menjaga, bertahan, dan
meningkatkan ketahanan mentalnya dalam menghadapi
persoalan hidup.
Istilah kesehatan mental dalam al quran dan hadist digunakan dalam
berbagai kata antara lain najat (keselamatan), fawz (keberuntungan),
falah (kemakmuran), dan sa’adah (kebahagiaan).
Bentuk kesehatan mental meliputi:
1.
Di dunia yaitu keselamatan dari hal-hal yang mengancam kehidupan
dunia.
2.
Kehidupan di akhirat yaitu selamat dari celaka dan siksaan
diakhirat termaksud menerima ganjaran dan kebahagian dari berbagai bentuk.
Menurut Hasan Langgulung, kesehatan mental identik dengan akhlak
mulia. Kesehatan mental didefenisikan sebagai keadaan jiwa yang menyebabkan
merasa rela (ikhlas) dan tenteram
ketika ia melaksanakan akhlak yang mulia. Yahya Jaya menjelaskan bahwa
kesehatan mental menurut Islam yaitu, identik dengan ibadah dan pengembangan
potensi drii yang dimiliki manusia dalam rangka pengabdian kepada allah dan
agamaNya untuk mendapatkan jiwa yang tenang dan bahagia dengan kesempurnaan
iman dalam hidupnya. Berdasarkan beberapa pendapat kesehatan mental dalam islam
diartikan sebagai keselamatan dunia dan
akhirat dalam bentuk kebaikan dan kebahagian. [1]
Kesehatan mental sebagai disiplin ilmu yang merupakan bagian dari
psikologi agama, terus berkembang dengan pesat. Hal ini tidak terlepas dari
kondisi masyarakat yang membutuhkan jawaban atas berbagai permasalahan yang
melingkupinya. Kemudahan yang didapat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta industri belum mampu memenuhi kebutuhan rohani, malah memunculkan
permasalahan-permasalahan baru, seperti kecemasan akibat dari kemewahan hidup
yang diraihnya. Dampak lain adalah mereduksinya integritas kemanusiaan, yang
akhirnya membawa manusia terperangkap dalam jaringan sistem rasionalitas
teknologi yang tidak manusiawi. Demikian ungkap Sayyid Husain Nasr.
Pada bagian lain berbagai persoalan yang melanda bangsa Indonesia,
khususnya berkaitan dengan krisis yang menyusup dalam berbagai bidang
kehidupan, baik politik, sosial, ekonomi, maupun budaya, serta berbagai
kerusuhan etnis di berbagai pelosok negeri, semakin menambah persoalan
dalam kesehatan mental. Adanya asumsi
bahwa 2% bangsa Indonesia terganggu jiwanya dapat dijadikan sebagai dasar bahwa
persoalan kesehatan mental semakin membutuhkan perhatian yang semakin serius.
Disamping itu adanya perhatian manusia yang besar terhadap
kesejahteraan hidupnya, serta adanya kesadaran masyarakat akan pentingnya
melakukan pembinaan kesejahteraan hidup bersama ikut mempercepat perkembangan
ilmu kesehatan mental.
Apakah yang dimaksud dengan kesehatan mental? Untuk menjawab
pertanyaan ini perlu diacak dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan
oleh beberapa pakar Psikologi. Dalam perjalanan sejarahnya pengertian kesehatan
mental mengalami perkembangan sebagai berikut:
a.
Kesehatan Mental adalah Terhindarnya seseorang dari gangguan dan
penyakit jiwa (Neurosis dan Psikosis).
Pengertian ini
masih terlihat sempit dan terbatas, karena yang dimaksud dengan orang yang
sehat mentalnya mereka yang tidak terganggu dan tidak berpenyakit jiwanya.
Namun demikian pengertian ini mendapat banyak sambutan dari kalangan Psikiatri.
Kembali
pada istilah Neurosis, pada awalnya kata tersebut berarti ketidak beresan dalam
susunan syaraf. Namun, setelah para ahli penyakit dan ahli psikologi menyadari
bahwa ketidakberesan tingkah laku tersebut tidak hanya disebabkan oleh ketidakberesan
susunan syaraf, tapi juga dipengaruhi oleh sikap seseorang terhadap dirinya
sendiri dan terhadap orang lain, maka aspek mental dan (Psikologi) dimasukkan
pula dalam istilah tersebut.
b.
Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, dengan
orang lain dan masyarakat, serta lingkungan dimana dia hidup.
Pengertian ini
luas dan umum, karena telah dihubungkan dengan kehidupan sosial secara
menyeluruh. Dengan kemampuan penyusuaian diri, diharapkan akan menimbulkan ketentraman
dan kebahagiaan hidup.
c.
Terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi
jiwa serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi peroblem yang biasa terjadi,
serta terhindar dari kegelisahan dan pertentangan batin (Konflik).
d.
Pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan
meningkatkan potensi, bakat dan pembawaan semaksimal mungkin sehingga membawa
kebahagian diri dan orang lain, terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa.
Dari pengertian di atas dapat diambil suatu batasan bahwa orang
yang sehat mentalnya adalah orang yang terhindar dari gangguan dan penyakit
jiwa, mampu menyesuaikan diri, sanggup menghadapai masalah-masalah dari
kegoncangan-kegoncangan yang bias, adanya keserasian fungsi jiwa, dan merasa bahwa
dirinya berharga, berguna, dan berbahagia dan serta dapat menggunakan
potensi-potensi yang ada semaksima mungkin.
Batasan pengetian tersebut diatas belum termasuk didalamnya unsur
agama sehingga Zakiyah Daradjat menambahkan harus berlandaskan keimanan dan
ketakwaan serta bertjuan mencapai hidup bermaknya bahagia duni dan akhirat.
Dari keterangan diatas, memunculkan 4 pola wawasan dengan orientas
masing-masing, demkian kongklusi yang diambil oleh Hanna Djumhana Bastaman
menanggapai kesehatan mental di atas. Pola wawasan tersebut adalah:
a.
Pola wawasan berorien tasi pada simto matis.
b.
Pola wawasan pada penyesuaian diri.
c.
Pola wawasan pada pengembangan potensi.
d.
Pola wawasanpada agama (keruhanian).
Masih dalam pembahasan yang sama, Organisasi Kesehatan Duni (WHO)
pada tahun 1959 memberikan bataasan mental yang sehat dalah sebgai berikut:
1.
Dapat menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan meskipun
kenyataan tersebut buruk baginya
2.
Memperoleh kepuasan dari hasil jerih payah usahanya
3.
Merasa lebih puas memberi dari pada menerima
4.
Secara relatif dari sara tegang dan cemas
5.
Berhubngan dengan orang lain secara tolong menolong dan saling
memuaskan
6.
Menerima kekecewaan untuk dipakainya sebagai pelajaran dikemudian
hari
7.
Menjurskan rasa permusuhan kepada penyelesaian yang keretatif dan
konstruktif
8.
Mempunyai kasih sayang yang besar
Keteria tentang batasan sehat yang dikemukakan oleh WHO pada tahun
1994 disempurnakan dengan menambahkan satu elemen seperitual (agama). Oleh
karena itu, yang dimaksud dengan sehat adalah bukan sehat dari segi fisik,
psikologik dan sosial saja, akan tetapi sehat dalam arti spiritual/agama, atau
dalam istilah Dadang Hawari disebut dengan 4 dimensi sehat:
bio-psiko-sosial-spiritual.
B.
Prinsip-Prinsip Kesehatan Mental
Yang dimaksud dengan prinsip-prinsip keshatan mental adalah dasar
yang harus ditegakkan orang dalam dirinya untuk mendapatkan kesehatan mental
yang baik serta terhindar dari gangguan kejiwaan. Prinsip-prinsip tersebut
adalah:
1.
Gambaran dan Sikap yang Baik Terhadap Diri Sendiri
Prinsip ini bisa diistilahkan dengan self image. Prinsip ini
antara lain dapat dicapai dengan penerimaan diri, keyakinan diri dan
kepercayaan pada diri sendiri. Self image juga disebut dengan citra diri
merupakan salah satu unsur penting dalam pengembangan pribadi. Citra diri
positif akan mewarnai pola hidup, sikap, cara pikir dan corak penghayatan,
serta ragam perbuatan yang positif pula. Carl Rogers mengemukan dua ragam citra
diri:
a.
Citra diri aktual (the actualized self image) citra ini
merupan gambaran seseorang mengenai dirinya pada saat sekarang.
b.
Citra diri ideal (the idealized self image) gambaran
seseorang mengenai dirinya seperti yang diidam-idamkan.
Citra diri ini
dapat dikatakan sebagai sumber motivasi dari seluruh perbuatan manusia.
2.
Keterpaduan antara Integrasi Diri
Yang dimaksud keterpaduan disini adalah adanya keeimbangan antara
kekuatan-kekuatan jwa dalam diri, kesatuan pandangan (falsafah) dalam hidup dan
kesanggupan mengatasi setres. Dalam bahasa lain orang yang memiliki kesatuan
pandangan hidup adalah orang yang memperoleh makna dan tujuan dalam hidupnya.
Sedangkan orang yang mampu mengatasi stres berarti orang yang sanggup memenuhi
kebutuhannya, dan apa bila menemui hambatan ia dapat mengadakan suatu inovasi
dalam memenuhi kebutuhannya.
3.
Perwujudan Diri
Merpakan proses pematangan diri. Menurut Reiff, orang yang sehat
mentalnya adalah orang yang mampun mengaktualisasikan diri atau mampu mewujudkan potensi yang
dimilikinya, serta memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dengan cara yang baik dan
memuaskan
4.
Berkemampuan Menerima Orang Lain
Melakukan aktifitas sosial dan menyesuaikan diri dengan lingkungan
tempat tinggal. Kecakapan dalam hidupnya merupaka dasar bagi kesehatan mental
yang baik. Untuk mendapatkan penyesuaian diri yang sukses dalam kehidupam,
minimal orang harus memiliki pengetahuan dan keterampilan, mempunyai hubungan
yang erat dengan orang yang mempunyai otoritas dan mempunyai hubungan yang erat
dengan teman-teman.
5.
Berminta dalam Tugas dan Pekerjaan
Orang yang menyukai terhadap pekerjaan walau pun berat maka akan
cepat selesai dari pada pekerjaan yang ringan tetapi tidak diminati.
6.
Agama, Cita-Cita, dan Falsafah Hidup
Untuk pembinaan dan pengembangan kesehatan mental orang membutuhkan
agama, seperangkat cita-cita yang konsisten dan pandangan hidup yang kokoh.
7.
Pengawasan Diri
Mengadakan pengawasan terhadap hawa nafsu atau dorongan dan
keinginan serta kebutuhan oleh akal pikiran merupakan hal pokok dari kehidupan
orang dewasa yang bermental sehat dan berkeperibadian yang normal, karena
dengan pengawasan tersebut orang mampu membimbing segala tingkah lakunya.
8.
Rasa Benar dan Tanggung Jawab
Rasa benar dan tanggung jawab penting bagi tingkah laku, karena
setiap individu ingin bebas dari rasa dosa, salah dan kecewa. Rasa benar, tanggung
jawab dan sukses adalah keinginan setiap orang yang sehat mentalnya. Rasa benar
yang ada dalam diri selalu mengajak orang kepada kebaikan, tanggung jawab dan
rasa sukses, serta membebaskannya dari rasa dosa, salah, dan kecewa.
C.
Kedudukan dan Peran Kesehatan Mental
Para ahli kesehatan mental telah sepakat bahwa kedudukan kesehatan
mental dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) bagian:
1.
Kesehatan Mental Sebagai Kondisi (keadaan)
Kedudukan kesehatan mental sebagai kondisi (keadaan) mengacu kepada
pengertian kesehatan mental seperti tersebut diatas, seperti terhindar gangguan
kejiwaan (neuroses) dan penyakit kejiwaan (psychoses). Selain itu
juga mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain dan dengan
masyarakat dimana ia hidup, mampu mengendalikan diri dalam berbagai masalah
serta terwujudnya keserasian dan keharmonisan antara fungsi-fungsi kejiwaan.
2.
Kesehatan Mental Sebagai Ilmu Pengetahuan
Sebagai cabang ilmu psikologis, kesehatan mental bertujuan untuk
menggambarkan semuah potensi yang ada pada manusia seoptimal mungkin, serta
memanfaatkannya sebaik-baiknya agar terhindar dari gangguan dan penyakt
kejiwaan.
3.
Kesehatan Mental Sebagai Terapi
Kesehatan mental sebagai ilmu jiwa terapan, mengkaji dan
mengembangkan teknik-teknik konseling dan terapi kejiwaan.
Dalam duni kehidupan, fungsi, dan
peranan kesehatan mental tampak lebih jelas lagi. Maksud dan tujuan Allah
menciptakan manusia di muka bumi adalah untuk beribadah dalam pengertian luas.
Ibadah dalam pengertian, kegiatannya mencangup seluruh aspek kegiatan manusia.
Baik yang bersifat i’taqad pikiran, amal sosial, jasmani, ruhani, akhlak, dan
keindahan.
Dari uraian singkat di atas dapat dilihat bagai mana kedudukan
kesehatan mental dalam Islam. Kesehatan mental dalam Islam adalah ibadah dalam
pengertian luas atau pengembangan potensi diri yang dimiliki manusia dalam
rangka pengabdian kepada Allah dan agamanya, untuk mendapatkan al-nafs al-muthmainnah (jiwa
yang tenang dan bahagia).[2]
Seperti firman Allah dalam surah: $pkçJr'¯»t ß§øÿ¨Z9$# èp¨ZÍ´yJôÜßJø9$# ÇËÐÈ ûÓÉëÅ_ö$# 4n<Î) Å7În/u ZpuÅÊ#u Zp¨ÅÊó£D ÇËÑÈ
Artinya:
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada
Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya”.
D.
Ciri-ciri Kesehatan
Mental Menurut Psikologi
Mental
yang sehat memiliki cirri-ciri tertentu secara psikologi. Jaelani dengan
mengutip beberapa pendapat para ahli menyatakan cirri-ciri mental yang sehat
antara laimn:
1. Sikap keperibadian yang
baik terhadap diri sendiri dalan arti dapat mengenal diri sendiri dengan baik.
2. Pertumbuhan, perkembangan,
dan perwujudan dari yang baik.
3. Integrasi yang meliputi
keseimbangan mental, kesatuan pandangan, dan tahapan terhadap tekanan-tekanan
yang terjadi.
4. Otonomi diri yang
mencangkup unsure-unsur pengaturan kelakuan dari dalam atau kelakuan-kelakuan
bebas.
5. Persepsi mengenal
realitas, bebas dari penyimpangan kebutuhan, serta memiliki empati, dan
kepekaan sosial.
6. Kemampuan untuk
menguasai lingkungan dan berintegrasi dengannya secara baik (A.F. Jaelani,
2000, 75-77)
Bastaman merangkum pandangan-pandangan
tentanng kesehatan mental menjadi empat pola wawasan masing-masing orientasinya
sebagai berikut:
1. Pola wawasan yang
berorientasi simtomatis
2. Pola wawasan yang
berorientasi penyesuaian diri
3. Pola wawasan yang
berorientasi pengembangan potensi
4. Pola wawasan yang berorientasi
agama/kehormatan
Pertama, pola wawasan yang berorientasi simtomastis menganggap bahwa hadirnya gejala (symptoms) dan keluah (complaints)
merupakan tanda adanya gangguan atau penyakit yang diderita seseorang.
Sebaliknya hilang atau berkurangnya gejala dan keluhan-keluhan itu menunjukkan
bebasnyan seseorang dari gangguan atau penyakit tertentu. Kondisi ini juga
dianggap sebagai kondisi sehat.
Kedua, pola wawasan yang berorientasi penyesuaian diri.
Pola ini berpandangan bahwa kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri
merupakan unsure utama dari kondisi jiwa yang sehat. Penyesuaian diri diartikan
secara luas, yakni secara aktif berupa memenuhi tuntutan lingkungan tanpa
kehilangan harga diri, atau memenuhi kebuthan-kebutuhan pribadi tanpa melanggar
hak-hak orang lain. Penyesuaian diri yang pasif dalam bentuk serba menarik diri
atau serba menuruti tuntutan lingkungan adalah penyesuaian diri yang tidak
sehat, karena biasanya akan berakhir dengan isolasi diri atau menjadi mudah
terombang-ambing situasi (Hanna Jumhana Bastaman, 1997: 133-135).
Ketiga, pola wawasan yang berorientasi pengembangan potensi
pribadi. Bertolak dari pandangan bahwa manusia adalah makheluk bermartabat yang
memiliki berbagai potensi dan kualitas yang khas insane (human qualities), seperti kreatifitas, rasa humor, rasa tanggung
jawab, kecerdasan, kebebasan bersikap, dan sebagainya. Menurut ini sehat mental
terjadi bila potensi-potensi tersebut dikembangkan secara optimal sehingga
mendatangkan manfaat bagi diri sendiri dan lingkungannya.
Keempat, pola wawasan yang berorientasi agama/kehormatan. Berpandangan bahwa agama/kehormatan memiliki daya
yang dapat menunjang kesehatann jiwa. Kesehatan jiwa diperoleh sebagai akibat
dari keimanan dan ketaqwaan kepada tuhan, serta menerapkan tuntunan-tuntunan
dapat diajukan secara oprasional tolak ukur kesehatan mental atau kondisi jiwa
yang sehat.
Marie Johada berpendapat ciri-ciri
kesehatan mental yang sehat dikelompokkan kedalam enam kategori, yaitu:
1. Memiliki sikap batin (attidude) yang positif terhadap dirinya
sendiri.
2. Aktualisasi diri
3. Mampu mengadakan
integrasi dengan fungsi-fungsi yang psikis ada
4. Madiri
5. Memiliki persiapan yang
obyektif terhadap realitas yang ada
6. Mampu menselaraskan
kondisi lingkungan dengan diri sendiri
Menurut Dadang Hawari (1995) kriteria
mental yang sehat itu:
1. Mampu belajar dari
pengalaman
2. Lebih senang member
dari pada menerima
3. Lebih senang menolong dari pada ditolong
4. Mempunyai rasa kasih
sayang
5. Memperoleh hasil
kesenangan dari hasil usahanya
6. Menerima kekecewaan
untuk dipakai sebagai pengalaman
7. Berfikir positif
Manifestasi mental yang sehat secara
psikologi menurut Maslow dan Mittlemen Notosoedirjo adalah sebagai berikut:
1. Adequate feeling of security (rasa aman yang memadai). Perasaan
merasa aman dalam hubugannya dengan pekerjaan, social, dan keluarga.
2. Adequate self-evaluation (kemampuan menilai diri sendir yang memadai), yang
mencangkup:
a. Harga diri yang
memadai, yaitu merasa ada nilai yang sebanding pada diri sendiri dan
prestasinya,
b. Memiliki perasaan
berguna, yaitu perasaan yang secara moral yang berlebihan
c. Mampu mengenai beberapa
hal yang secara social dan personal tidak dapat diterima oleh kehendak umum
yang selalu ada sepanjang kehidupan dimasyarakat.
3. Adequate spontaneity and emotionality (memiliki spontanitas dan perasaan yang
memadai, dengan orang lain). Hal ini ditandai oleh kemampuan membentuk ikatan
emosional secara kuat dan abadi, seperti hubungan persahabatan dan cinta,
kemampuan member ekspresi yang cukup pada ketidak sukaan tanpa kehilangan
control, kemampuan memahami dan membagi raasa kepada orang lain.
4. Efficient contact with reality (mempunyai kontak yang efisien dengan
realitas) kontak ini sedikitnya mencangkup tiga aspek, yaitu: dunia fisik,
social, dan diri sendiri atau internal.
5. Adequate bidily desires dan ability to gratify them (keinginan-keinginan jasmani yang
menandai dan kemampuan untuk memuaskannya).
6. Adequate self-knowledge (mempunyai kemampuan pengetahuan yang wajar).
7. Integration dan concistensy of personality (kepribadian yang utuh dan konsisten).
8. Adequate life goal (memiliki tujuan hidup yang wajar)
9. Ability to learn from experience (kemampuan untuk belajar dari
pengalaman). Kemampuan untuk belajar dari pengalaman termasuk tidak hanya
kumpulan pengetahuan dan kemahiran ketrampilan terhadap dunia praktik, tetapi
elastisitas dan kemauan menerima dan oleh karena itu, tidak terjadi kekakuan
dalam penerapan untuk menangani tugas-tugas pekerjaan.
10. Ability to satisfy the requirements of the group (kemampuan memuaskan tuntutan kelompok).
11. Adequate emancipation from the group or culture (mempunyai emansipasi yang memadai dari
kelompok atau bidaya).
Word
Health Organization (WHO)
sebagiamana dikuti Tumanggor telah mentapkan cirri-ciri Mental Health adalah:
a. Adjustmen
(penyusaian diri).
b.
Integrated Personality (kepribadian utuh/kokoh).
c.
Free of the Senses of
Frustration, Conflic, Anxiety, and Depression (bebas dari rasa gagal, pertentangan batin,
kecemasan, dan tekanan).
d.
Normative, semua sikap dan tingkah laku yang
dilahirkannya tidak ada yang lolos dari jaringan Nilai/Adat/Agama/Peraturan/UU.
e.
Responsibility (bertanggung jawab).
f.
Maturity (kematangan), terdapat kematangan dalam
melakukan suatu sikap dan tingkah laku-tingkah laku itu dijalankan penuh
pertimbangan.
g.
Otonomi (berdiri sendiri), selalu bersifat
mandiri atas segala tugas-tugas atau kewajiban yang menjadi bebannya, tanpa
suka memikul bebannya kepada orang lain dalam kondisi yang tidak terpaksa.
h.
Well Decision Making (pengambilan keputusan yang baik)
(Rusmini Yumanggor, 2002: 76-84).
E.
Ciri-ciri Mental yang
Sehat Menurut Islam
Beberapa ahli-ahli pendidikan dan
psikologi Islam telah telah mengemukakan beberapa cirri-ciri mental yang sehat
menurut ajaran agama Islam. Al-Ghazali menyatakan seorang yang sehat jiwanya
digambarkan dalam konsep insane kamil (manusia paripurna/sempurna). Insan kamil
dalam kensep psikologi modern yaitu bias berlaku didunia ini artinya untuk
sampaki pada kedudukan insan kamil mannusia melalui perubahan kualitatif
sehingga ia mendekati Allah dan menyurupai malaikat. Insan kamil mempunyai
cirri-ciri sebagai berikut:
1. Motif utama seiap
tindakannya dalah beribadah kepada Allah.
2. Senantiasa berdzikir
(mengingat Allah) dalam menghadapi segala permasalahan.
3. Beramal dengan ilmu.
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir (2002)
menyatakan tanda-tanda kesehatan mental adalah adanya perasaan cinta. Cinta
dianggap sbagai tanda kesehatan mental sebab cinta menunjukan diri positif.
Cinta mendorong individu untuk hidup berdamai, rukun, saling kasih-mengasih,
dan menjauh kan diri ddari kebencian, dendam, permusuhan, dan pertikaian,
Menurut Usman Najati (2004: 249-296)
kesehatan mental ditandai dengan kesehatan jiwa, akhlak mulia, kesehatan dan
kekuatan badan, memenuhi kebutuhan dasar dengan cara yang halal, memenuhi
kebutuhan spiritual dengan berpegang teguh pada akidah. Dan menjuhkan diri dari
segala keburukan yang dapat menyebabkan Allah Swt murka.
Ar-Razi (dalam Usman Najati, 2002: 46)
menyatakan bahwa jiwa yang sehat adalah jiwa yang terbebas dari kesedihan,
kekangan hawa nafsu, cinta kepa selain Allah secara berlebihan, terbebas dari
ujub dan hasud, dan selalu menjaga diri untuk melakukan akhlak yang mulia.
Di dalam Al-quran jiwa yang sehat
ditandai dengan sikap siddiq (jujur),
amanah (dipercaya), fatanah (cerdas), dan tabligh (menyamoaikan). Cirri Pertama
adalah jujur. Seperti firman Allah dalam Q.S Al-Ahzab ayat 24, yang
berbunyi:
yÌôfuÏj9 ª!$# tûüÏ%Ï»¢Á9$# öNÎgÏ%ôÅÁÎ/ z>Éjyèãur úüÉ)Ïÿ»oYßJø9$# bÎ) uä!$x© ÷rr& z>qçGt öNÎgøn=tæ 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. #Yqàÿxî $VJÏm§ ÇËÍÈ
Artinya:
“Supaya
Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena kebenarannya,
dan menyiksa orang munafik jika
dikehendaki-Nya, atau menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Ciri kedua pribadi yang sehat adalah
pribadi yang dapat memelihara amanah, menyampaikannya atau melaksanakannya.
Sebagai mana firman Allah dalam Q.S Al-Mu’ajirin ayat 32, yang berbunyi:
tûïÏ%©!$#ur öLèe öNÍkÉJ»oY»tBL{ ôMÏdÏôgtãur tbqããºu ÇÌËÈ
Artinya:
“dan
orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya”.
Ciri Ketiga fatanah (cerdas). Cerdas
secara intelektual (IQ), cerdas secara emosional (EQ), dan cerdas secara
spiritual (SQ) dalam perimbangan yang tinggi. Lebih tepat dikatakan IQ-EQ-SQ
berkembang secara terintegrasi. Pribadi unggul ini suka mencari, mendengar dan
menerima ilmu. Sekua mneyebarkan ilmu dan cinta kepa ilmu. Seperti firman allah
dalam Q.S Al-Mujadilah ayat 11, yang berbunyi:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sÎ) @Ï% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿt ª!$# öNä3s9 ( #sÎ)ur @Ï% (#râà±S$# (#râà±S$$sù Æìsùöt ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uy 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ×Î7yz ÇÊÊÈ
Artinya:
“Hai
orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah
dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah,
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Ciri keempat mental yang dalam
Islam adalah tabligh yaitu menyampaikan ajaran ilaki dan mengajak kejalan Tuhan
(nilai-nilai keutamaan, etika khalusan dan kebenaran pada umumnya). Tidak bersikap pasif atau tak peduli terhadap kondisi
lingkungan atau masyarakat. Sebaliknya, proaktif dalam membimbing,
mengkondisikan dan memimpin umat. Allah berfirman dalam Q.S Ali-Imran ayat 110,
yang berbunyi:
öNçGZä. uöyz >p¨Bé& ôMy_Ì÷zé& Ĩ$¨Y=Ï9 tbrâßDù's? Å$rã÷èyJø9$$Î/ cöqyg÷Ys?ur Ç`tã Ìx6ZßJø9$# tbqãZÏB÷sè?ur «!$$Î/ 3 öqs9ur ÆtB#uä ã@÷dr& É=»tGÅ6ø9$# tb%s3s9 #Zöyz Nßg©9 4 ãNßg÷ZÏiB cqãYÏB÷sßJø9$# ãNèdçsYò2r&ur tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÊÊÉÈ
Artinya:
“kamu
adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli
kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman,
dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”.
F. Agama dan Kesehatan Mental
Agama tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia. Pengingkaran manusia terhadap agama mungkin karena
factor-faktor tertentu yang disebabkan oleh kepribadian maupun lingkungan
masing-masing. Namun untuk menutupi atau meniadakan sana sekali dorongan dan
rasa keagamaan tidak mungkin dilakukan manusia.
Hasil penelitian menurut para ahli
tentang dampak positif agama atau keimanan kepada Tuhan terhadap kesehatan
mental dan kemampuan mengatasi stress, yang mengatasinya sebagai berikut:
·
Palaotzian dan Kirkpatrick (1995) mengemukanan bahwa
agama (keimanan) dapat meningkatkan kesehatan mental dan membantu individu
untuk mengatasi stress.
·
Elison (1991) mengemukakan bahwa agama dapat
mengembangkan kesehatan mental psokoligis banyak orang. Orang-orang yang kuat
keimanannya kepada Tuhan lebih bahagia dalam hidupnya, dan lebih sedikit
mengalami dampak negative dari peristiwa kehidupan yang traumatic dibandingkan
dengan orang-orang yang rendah keimanannya kepada tuhan (tidak melaksanakan
ajaran agama).
·
Koeing Dkk (1988) mengemukakan bahwa banyak orang
yang secara spontan melaporkan bahwa agama sangant menolong dirinya pada saat
mengetasi stress.
·
McCullough Dkk (2000) mengemukakan bahwa beragama
dapat memperpanjang usia.
·
Seybold dan Hill (2001) agama itu bukan hanya
sebagai bagian hidup yang bermakna, tetapi juga memberikan keuntungan dalam
mengembangkan mental yang sehat.
Di dalam Islam ditegaskan bahwa manusia
memiliki fitrah beragama bergitu dia diciptakan Allah Swt firman beragama ini
menjadikan manusia yang mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Tidak ada
manusia yang dapat merubah ayat-ayat Al-quran, diantaranya pada Q.S An-Nahl
ayat 97, yang berbunyi:
ô`tB @ÏJtã $[sÎ=»|¹ `ÏiB @2s ÷rr& 4Ós\Ré& uqèdur Ö`ÏB÷sãB ¼çm¨ZtÍósãZn=sù Zo4quym Zpt6ÍhsÛ ( óOßg¨YtÌôfuZs9ur Nèdtô_r& Ç`|¡ômr'Î/ $tB (#qçR$2 tbqè=yJ÷èt ÇÒÐÈ
Artinya:
“Barangsiapa
yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan
beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik[839]
dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih
baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.
[839]
Ditekankan dalam ayat ini bahwa laki-laki dan perempuan dalam Islam mendapat
pahala yang sama dan bahwa amal saleh harus disertai iman.
Ditekankan dalan ayat diatas bahwa
laki-laki dan perempuan dalam Islam mendapat pahala yang sama dan bahwa amal
setelah harus disertai iman. Keimanan dapat menghasilkan ketenangan jiwa yang
merupakan salah satu indikasi mental yang sehat. Allah berfirman tentang
hubungan iman dengan ketenangan mental dalam Q.S Ar-Ra’ad ayat 28, yang
berbunyi:
tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä ûÈõuKôÜs?ur Oßgç/qè=è% Ìø.ÉÎ/ «!$# 3 wr& Ìò2ÉÎ/ «!$# ûÈõyJôÜs? Ü>qè=à)ø9$# ÇËÑÈ
Artinya:
“(yaitu) orang-orang yang
beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah,
hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”.
BAB III
MODEL-MODEL KESEHATAN JIWA DALAM ISLAM
Menurut Eisenberg (Helman, 1990), yang dimaksud dengan model adalah
cara merekonstruksi realita, memberikan makna kepada fenomena-fenomena alam
yang pada dasarnya bersifat chaos. Sekali model telah ditetapkan, model
tersebut akan bertindak melakukan verifikasi terhadap model itu sendiri dengan
cara mengeluarkan atau mengabaikan fenomena yang berada di luar sudut pandang
pengguna model tersebut.
Model sangat berguna dalam memahami suatu realita, tapi karena
sifatnya yang cenderung melakukan simplifikasi terhadap realita yang sebenarnya
kompleks, maka dimungkinkan adanya bermacam-macam model untuk memahami realita
yang sama.
Pada bidang kesehatan terdapat dua model utama dalam memahami
kesehatan, yaitu model Barat dan model Timur. Kedua model tersebut memang
dipengaruhi oleh budaya Barat dan budaya Timur yang memang pada dasarnya
memiliki perbedaan besar. Namun di dalam model-model tersebut sendiri terdapat
variasi yang disebabkan karena adanya perbedaan budaya di antara kedua model
tersebut.
Model kesehatan Barat dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu
model biomedis atau juga sering disebut sebagai model medis, model psikiatris
dan model psikosomatis. Model kesehatan Timur umumnya disebut model kesehatan
holistik yang menekankan pada keseimbangan.
Model biomedis berakar
jauh pada pengobatan tradisional Yunani. Pengobatan ini dipengaruhi oleh
filosofi Yunani, terutama dari pemikiran Plato dan Aristoteles yang bersifat
abstrak dan sistematis serta dijalankan dengan rasional dan logis. Konsepsi
mengenai dunia pada dasarnya bersifat dualistik sehingga manusia dapat
dibedakan menjadi tubuh dan jiwa. Cara pandang yang demikian ini memengaruhi
dunia barat sampai beberapa abad kemudian, yang dapat ditemui kembali jejaknya
pada Descartes.
Perkembangan ilmu biologi yang pesat, lebih-lebih dengan
diketemukannya virus dan bakteri sebagai sumber terjadinya penyakit,
menyebabkan model biomedis ini berkembang dengan sangat pesat dan memengaruhi konsep
manusia mengenai kesehatan di Barat. Sejak itu, penyakit dan kesehatan
semata-mata dihubungkan dengan tubuh saja. Berbagai upaya dilakukan untuk
menjadikan tubuh tetap sehat. Semboyan Men Sana In Corpore Sano
merupakan contoh pandangan yang menekankan dominasi tubuh terhadap kesehatan.
Selain itu, perkembangan ilmu dan teknologi juga memengaruhi cara
masyarakat memandang tubuh dan kaitannya dengan kesehatan yang semakin
memperkuat model biomedis ini. Cara memandang tubuh yang pertama adalah apa
yang dinamakan sebagai model ‘pipa’. Model ini memandang tubuh sebagi
lubang-lubang atau ruangan-ruangan yang saling berhubungan satu sama lain
denagn disambungkan oleh pipa-pipa. Model ini percaya bahwa kesehatan terjadi
karena berbagai substansi yang ada di dalam tubuh bisa mengalir dengan lancar
ke berbagai bagian tubuh. Penyakit terjadi sebagai akibat adanya hambatan pada
pipa yang ada di dalam tubuh. Model kedua memandang tubuh sebagai sebuah mesin.
Model ini beranggapan bahwa tubuh memiliki semacam mesin dan memerlukan bahan
bakar atau baterai sebagai sumber energi yang dapat diperbarui. Bahan bakar
atau baterai itu dibutuhkan agar tubuh dapat bekerja dengan baik. Model mesin
juga mencakup gagasan bahwa tubuh ibarat bagian-bagian mesin, dapat rusak
sehingga perlu diganti.
Model biomedis memiliki 5 asumsi. Asumsi yang pertama adalah bahwa
terdapat perbedaan yang nyata antara tubuh dan jiwa sehingga penyakit diyakini
berada pada suatu bagian tubuh tertentu. Asumsi kedua adalah bahwa penyakit
dapat direduksi pada gangguan fungsi tubuh, entah secara biokimia atau
neurofisiologis. Asumsi ketiga adalah keyakinan bahwa setiap penyakit
disebabkan oleh suatu agen khusus yang secara potensial dapat diidentifikasi (specific
etiology). Asumsi keempat adalah melihat tubuh sebagai suatu mesin (sama
dengan keterangan sebelumnya). Asumsi kelima adalah konsep bahwa tubuh adalah
objek yang perlu diatur dan dikontrol. Asumsi ini merupakan kelanjutan dari
asumsi bahwa tubuh adalah suatu mesin yang perlu mendapatkan pemeliharaan.
Model psikiatris, sebenarnya
masih berkaitan dengan model biomedis. Model ini pada dasarnya masih
mendasarkan diri pada pencarian bukti-bukti fisik dari suatu penyakit dan
penggunaan treatment fisik (obat-obatan atau pembedahan) untuk
mengoreksi abnormalitas. Namun model ini menunjukkan dengan jelas adanya
model-model yang saling bertentangan yang digunakan oleh psikiater yang berbeda
untuk menjelaskan gangguan psikosis. Model-model tersebut meliputi: model
organik yang menekankan pada perubahan fisik dan biokimia di otak; model
psikodinamik yang berkonsterasi pada faktor-faktor perkembangan dan
pengalaman; model behavioral yang menyatakan bahwa psikosis terjadi
karena kemungkinan-kemungkinan lingkungan; dan modek sosial yang
menekankan gangguan dalam kerangka performansinya.
Model psikosomatis, merupakan
model yang muncul kemudian karena adanya ketidakpuasan terhadap model biomedis.
Model ini dikembangkan oleh Helen Flanders Dunbar sekitar tahun 1930-an. Model
ini muncul setelah jurang antara aspek-aspek biologis dan psikologis
terjembatani lewat karya Sigun Freud (ketidaksadaran), Ivan Pavlov (respon
terkondisi), dan WB Cannon (reaksi serang dan kabur). Gerakan psikosomatik ini
dimulai di Jerman dan Austria pada tahun 1920-an, menyebar ke banyak negara di Eropa,
kemudian dengan adanya migrasi ke Amerika (seperti Franz Alexander) minat
terhadap gangguan psikosomatik ini pun turut terbawa ke sana.
Model psikosomatik ini menyatakan bahwa tidak ada penyakit somatik
yang disebabkan oleh antesenden emosional dan atau sosial. Sebaliknya tidak ada
penyakit psikis yang tidak disertai oleh simtom-simtom somatik.
Menurut model psikosomatik ini, penyakit berkembang melalui saling
terkait secara berkesinambungan antara faktor fisik dan mental yang saling
memperkuat satu sama lain melalui jaringan yang kompleks. Penyembuhan penyakit
diasumsikan terjadi melalui cara yang sama juga.
Berbeda dengan model kesehatan di Barat, model kesehatan Timur
umumnya bersifat lebih holistis. Menurut Capra, holisme dalam dunia kedokteran
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu dalam arti yang sempit dan dalam arti yang
luas. Holisme dalam arti yang sempit melihat organisme manusiawi sebagai suatu
sistem kehidupan yang semua komponennya saling terkait dan saling tergantung.
Sementara menurut arti yang luas, pandangan holistis menyadari bahwa suatu
sistem tersebut merupakan suatu bagian integral dari sistem-sistem yang lebih
luas, dimana organisme individual berinteraksi terus menerus dengan lingkungan
fisik dan sosialnya, yaitu tetap terpengaruh oleh lingkungan tetapi juga bisa
memengaruhi dan mengubah lingkungan teresbut.
A.
Pemahaman Tentang Penyakit
Istilah penyakit memiliki makna yang berbeda karena berasal dari
kata yang berbeda, yaitu illness dan disease. Istilah ‘penyakit’
yang digunakan dala tulisan ini berasal dari kata ‘illness’ bukan ‘disease’.
Cassell menggunakan kata ‘illness’ untuk menyatakan apa yang dirasakan oleh
pasien ketika dia datang kepada dokter dan ‘disease’ untuk menyatakan apa yang
dibawa si pasien ke rumah setelah dari ruang dokter. Dengan demikian, penyakit
‘disease’ adalah sesuatu yang dimiliki organ, sedangkan penyakit ‘Illnes’ adalah sesuatu yang dimiliki manusia, yaitu
respon subjektif pasien dan segala sesuatu yang meliputinya.
Sejalan dengan pendapat Cassell, Kleinman’s mendefinisikan
‘disease’ menagcu pada kondisi biofisik-masalah seperti yang dilihat dari
perspektif praktisi biomedis. Sebaliknya, illness mengacu pada bagaimana orang
yang sakit dan anggota keluarganya atau jaringan sosial yang lebih luas
merasakannya, hidup dengan dan bereaksi terhadap simtom-sitom dan
ketidakmampuannya.
Kesulitan muncul karena dokter yag dididik dengan sistem pengobatan
Barat terlatih pada konsep penyakit dalam pengertian disease, sehingga mereka
kurang mampu menangani penyakit dalam pengertian illness. Atau sebaliknya,
penyakit (disease) yang sama mungkin diartikan secara sangat berbeda dari dua
pasien yang berlatar belakang budaya yang berbeda dan dalam konteks yang bereda
sehingga mendapatkan treatment yang berbeda pula. Misalnya, gejala flu di Barat
mendapatkan pehatian yang cukup serius, sedangkan pada negeri kita flu dianggap
merupakan penyakit yang wajar.
Bisa terjadi disease terjadi tanpa adanya illness. Teknologi
kedokteran yang maju memungkinkan untuk mendeteksi adanya penyakit tanpa orang
yang bersangkutan menyadari penyakitnya. Hal ini bisa memengaruhi perilaku
orang tersebut, misal dala hal kepatuhan. Bagaimana orang bisa patuh untuk
melakukan nasihat dokter bila dia masih belum merasa ada yang aneh dengan
dirinya?
Sebaliknya, bisa terjadi illness tanpa adanya disease. Pasien
merasa adanya sesuatu yang salah dalam kehidupan mereka secara fisik, emosional
maupun sosial, tapi setelah diperiksa secara fisik tidak ada sesuatu yang
salah. Meskipun begitu mereka masih tetap merasa tidak bahagia. Biasanya
penyakit seperti ini disebabkan oleh stres kehidupan dan dikategorikan sebagai
penyakit psikosomatis.[3]
Daftar Pustaka
Sit, Masganti, 2014, Psikologi
Agama, Medan: Perdana Publising
Sururin, 2004, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
Siswanto, 2007, Kesehatan Mental, Konsep, Cakupan, dan Perkembangannya, Yogyakarta: Penerbit Andi
[1] Dr. Masganti Sit, M.Ag, Psikologi Agama, Medan: Perdana
Publising, 2014, Hal.155
[2] Sururin, M.Ag, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2004, Hal.150
[3] Siswanto, S.Psi., M.Psi., Kesehatan Mental, Konsep, Cakupan, dan
Perkembangannya, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2007, Hal.17
Tidak ada komentar:
Posting Komentar